Pada suatu kesempatan, terjadilah perjumpaan diantara 7
orang. Terdiri dari 6 orang lelaki dan 1 orang wanita. Ketujuh orang tersebut
tanpa direncanakan dan terencana pula, bertemu dan melakukan beberapa dialog
singkat. Percakapan pun berlangsung. Saling berkomunikasi awal, sekedar untuk
saling mengetahui satu sama lain. Karena nantinya mereka akan berjalan pada
satu kegiatan pendakian. Ketujuh orang itu pula berasal dari tiap daerah yang
berbeda. Jadi, tercetuslah suatu pembicaraan singkat tentang kampung
masing-masing.
----------------------------------------
Lelaki yang pertama memulainya dengan menyebut namanya.
Perkenalkan saya Roberto. Saya berasal dari sebuah kampung. Yang mana
kebanyakan orang mengetahui dimana persisnya kampung saya. Hal ini ditandai
karena di kampung saya, sebuah menara miring telah ada sejak saya belum lahir,
katanya. Juga dikampung saya banyak dijumpai beberapa kumpulan merpati-merpati
yang sangat jinak, bahkan sudah sering sekali diberi makan dan dimanjakan oleh
kebanyakan wisatawan yang berkunjung. Dibalik sebuah tempat yang sangat kaya
akan unsur historinya, imbuhnya. Tempat itu dulunya merupakan suatu tempat
dimana para orang-orang diadu dengan ksatria, dengan meniadakan hukuman seperti
sekarang menyangkut pembunuhan sadis. Karena hal itu dulunya merupakan tradisi
kaum Bangsawan dan Republik mendapatkan hiburan dengan segala bentuk hukuman
kepada Kaum Budak dan orang-orang yang melanggar peraturan kepada Kaisar juga
melakukan tindakan makar pada Republik. Dia melanjutkan dengan satu pertanyaan
diakhir. “Jika disini ada suatu perbandingan, saya bertanya kepada kalian
semua, dimanakah Kota?”
Setelah terhibur dengan lelucon si lelaki pertama. Lelaki
yang kedua melanjutkan. Dia memulai dengan menyebut namanya. Gareth, iya kalian
boleh memanggilku dengan nama itu, katanya. Kampung saya terkenal dengan
keanehan hewannya. Karena menurut saya, semua hewan didunia ini berjalan dan
berlari dengan normal. Di kampung saya justru hewan melompat-lompat untuk
berjalan, apalagi dengan membawa anaknya yang diletakkan pada sebuah kantung
yang menyatu dan melekat ditubuhnya, imbuhnya sambil meneguk sedikit air
mineral yang dipegangnya dari tadi. Di kampung saya juga memiliki suhu sangat
panas pada musimnya, apalagi anda semua berada dikawasan dekat-dekat dengan
gurun pasir yang sesekali waktu dijadikan tempat bagi penggiat olahraga motor
ekstrim, tambahnya. Kampung saya juga merupakan daratan yang menjadi benua
berkehidupan masyarakat dunia normal, sebelum akhirnya kita semua bisa menemui
sebuah benua es yang sangat besar seperti yang kita lihat di beberapa peta-peta
dunia dan tentunya pada globe kecil yang ada dikamar saya. Dia menambahkan
dengan tersenyum kecil. Kalau memang kita sepakat seperti tadi, sambil menunjuk
sopan ke arah si lelaki pertama, katanya. Saya juga mau bertanya, “dimanakah
Kota semestinya?” pungkasnya sambil tertawa ringan.
Tak lama hening. Kali ini terlihat si wanita seolah ingin
memulai pengenalan dirinya. Ternyata benar. “Hai everyone!” mulainya. Saya
Joanna Sarakhlova. Kalian dapat memanggil saya dengan “Yoan” saja, tegasnya.
Saya mempunyai kampung yang sangat dingin, tepatnya dikaki Gunung Es. Beberapa
kalangan Pendaki Dunia menyatakan, Gunung itu sangat cocok untuk dijadikan
sarana tryout sebelum menuju ke Himalaya dan Aconcagua, lanjutnya. Dikampung
saya juga terdapat beruang yang berkulit merah. Sesekali menjadi daya tarik
dunia terhadap hewan endemik ini, tuturnya dengan merapikan syal merah yang
melilit longgar dilehernya. Oh iya, “saya hampir lupa” dia berujar. Kami saling
memandang satu sama lain ketika ia berucap itu. Dikampung saya senjata legal,
dapat dimiliki oleh setiap warga negara. Bahkan senjata serbu buatan kampung
saya, sampai saat ini masih menjadi primadona setiap orang dan militer yang
mengerti senjata, imbuhnya. Hampir setiap belahan dunia yang sudah saya
kunjungi, saya heran melihat loyalitas mereka menggunakan produk kampung saya
itu, padahal orang-orang yang bekerja disana untuk merakit itu semua dibayar
dan diupah sangat tidak sesuai jika kita lihat produksi dan pemakainya yang
sudah menyebar hampir ke seluruh dunia, tuturnya dengan raut muka kekesalan
yang tampak dari wajahnya yang oval berkulit putih kemerahan itu. Baiklah,
disini saja cerita singkat saya. “Apakah kota punya keadilan dan kewajaran atas
hak-hak semua orang yang tidak dimiliki oleh kampung saya?” Tanya nya sambil
tertawa kecil sekaligus menyelesaikan pengenalannya.
Dengan kemampuan berbahasa Inggris yang pas-pasan. Saya mencoba memulai
memperkenalkan diri juga. “Howdy” saya menyapa dengan sapaan umum tetapi khusus
untuk suatu penggiat hobby. Saya Noumi, berasal dari sebuah kampung yang hampir
hilang oleh suatu bencana alam yang sangat dahsyat tujuh tahun silam. Disaat
itu pula saya melihat dikampung saya, “mungkin” saudara-saudara sekampung
dengan anda-anda ini, datang ketempat saya dengan berbagai misi yang tergabung
dalam aksi kemanusiaan, rekontruksi dan bahkan ada beberapa juga yang sampai
saat ini masih menetap disana bahkan sudah memiliki keturunan serta beberapa
diantaranya sudah berpindah keyakinan dengan memeluk Islam. Menurut beberapa
catatan dan hasil penelitian geographis terpercaya, kampung saya juga memiliki
sebuah Mesjid (serta 3 mesjid lainnya didunia dan dari belahan dunia yang berbeda)
yang arah kiblatnya langsung dan tepat mengarah ke Baitullah, Mekkah Al
Mukarramah. Saya menghentikan sejenak, seorang lelaki mengisyaratkan untuk
melanjutkan. Dikampung saya juga terdapat beberapa kawasan penghasil makanan
pokok kami (sawah dan padi) serta sekitarnya. Beberapa hewan endemik, juga
Gunung yang menjulang penghasil hydro-oxygent
murni. Saya lihat mereka tersenyum. Terakhir, saya nyatakan kepada mereka
semua. Kampung saya merupakan surganya kopi dunia, mulai dari tempat tumbuh,
cara mengolah bahkan citarasa serta bentuk penyajiannya. Mereka tertawa, bahkan
setelah selesai saya memperkenalkan diri, dua orang lelaki ingin pada suatu
kesempatan menikmati kopi langsung ke kampung saya. Saya akhirnya juga bertanya
pada mereka saat itu. “Jika ini memang cerita dari kampung, saya mengharapkan
adanya kebanggaan masih memiliki kampung”. Semua kami tertawa terbahak-bahak
dengan beberapa orang termasuk saya mulai menyulut sebatang rok*k.
Langsung saja melihat keakraban mulai terbentuk. Lelaki
kelima memulainya. Dengan ucapannya yang agak kecil suaranya, kami berusaha
mendengarnya dengan serius. Saya Benoit, ujarnya. Dari kecil sampai seumur ini,
saya dilahirkan dan dibesarkan di Kampung yang produktifitas masyarakatnya
bergerak pada industri Arloji dan Jam. Beberapa kali aku sering menyepi melihat
banyaknya pasangan pengantin yang hampir dari seluruh dunia merayakan
“honey-moon” mereka disini. Saya sering tidak keluar rumah jika musim dingin
tiba, hanya menatap bisu dan tegarnya menara tinggi ditengah kampung yang
meenjadi ikon dari “landmark” salah satu dari beberapa keajaiban dunia. Saya
rindu dingin dan sinar surya yang ada disini, tegasnya. Sudah 5 kali saya
mendatangi tempat ini dan mendaki gunung ini. Saya terkesima dan kagum akan
tropikal yang ada dikawasan ini, ucapnya dengan baik. Saya (aku-penulis) merasa
dia (Benoit) merupakan sosok yang sangat tenang dan berwibawa serta memiliki
wawasan pengetahuan yang baik, tergambar dari sorot mata, tatapan, raut muka
dan bahasa yang ia lisankan. Terakhir, pungkasnya ia hanya bertanya pada kami.
“Adakah yang bisa mengurus dengan cepat, agar saya pindah kampung kesini?”.
Kami tersenyum, dan dia hanya melihat keatas sambil menunjuk ke Puncak Gunung
yang akan kami tuju nantinya bersama-sama.
Lelaki keenam. Berambut gondrong. Sudah lumayan banyak
ubannya. Mengenakan jacket tebal dan celana panjang yang seragam bermerek
dunia. William, katanya dengan melambaikan tangan kirinya. Saya seorang warga
kampung yang tidak betah dikampung. Dia tersenyum, sambil melanjutkan
ceritanya. Kampung saya tidak ada yang gratis, bahkan air dan udara sudah
terkemas rapi oleh suatu kisah yang berlatar belakang kekayaan dan akhirnya
untuk sebuah kekuasaan yang hanya dapat dinikmati senang dan bahagianya oleh
kalangan elit saja. Sudah larut saya dalam kesedihan terkikisnya nilai-nilai
peradaban dan sosial sebagian warga kampung saya, tambahnya. Hal itulah yang
mengajak pikiran saya, untuk pergi sejauh keinginan saya. Dia membuka sarung
tangan, sebelah kanan. Seraya menunjuk 2 jari kanannya yang telah putus dengan
telunjuk kirinya. 3 kali menginjakkan kaki di Everest dan 3 kali pula ia telah
menuntaskan 7 Summit. Saya (aku-penulis) mencoba mengingat sosok ini, apakah
ini salah seorang legenda pendakian dunia yang pernah saya baca di salah satu
majalah petualangan sebelumnya? Suatu kebanggaan pribadi bisa berjumpa langsung
dengannya. Dia kembali melanjutkan ceritanya. Tujuan saya kemari sebenarnya
sedang menunggu seorang teman. Tetapi ia (temannya) telah mengubah janji
jumpanya, karena kesibukannya. Akhirnya, daripada termangu sendiri tanpa
aktivitas saya memutuskan untuk menikmati Pendakian ini. Diakhir ceritanya, ia
bergumam “hhmmm, kalau saja anak dan istriku mau berpindah kampung, tentu dari
dulu saya ingin berkampung di kampung berdirinya Taj Mahal” dan ia juga berkata
“saya sependapat dengan anda (sambil mengarahkan pandangan pada lelaki kedua)
dimanakah kota?”. “Saya tidak pernah ingin tahu dimana kota bahkan untuk
tinggal dan menetap disana”.
Lelaki ketujuh melakukan jabat tangan kepada semua kami.
Dia langsung mengenalkan dirinya setelah itu. “Hello, i am Paul”. Bertubuh
jangkung, ditandai dengan dia merupakan yang paling tinggi diantara kami semua.
Baiklah jika demikian, saya akan mengulas sedikit cerita tentang saya dan
kampung. Di kampung saya sepakbola hampir menjadi sebuah dogma, fanatisme dan
loyalitasnya hampir mengalahkan kecintaan terhadap tuhan dan apapun yang
diwakilinya. Dikampung saya terdapat beberapa stadion besar tempat banyak
bintang dunia bermain sepakbola sebagai profesi dan hobbinya. Dikampung saya
ada suatu sungai yang menjadi sumber air dan sumber inspirasi “Sherlock Holmes”
untuk menenangkan diri dengan dentuman dan lonceng Jam Raksasa dunia. Dia tampak
sangat elegan dalam memaparkan ceritanya. Tampak dari raut muka semua kami,
dapat memahami semua ucapannya dengan baik walau ia bercerita sangat singkat. “Saya
ingin menjadikan kampung saya sebagai salah satu kampung yang indah sesuai
dengan prinsip keseimbangan alam dan untuk itu saya butuh bantuan semua orang
dalam mewujudkannya” pungkasnya.
----------------------------------------
Setelah semua selesai. Membereskan perlengkapan dan
melengkapi segala sesuatu persediaan kecil (air mineral dan beberapa makanan
ringan) sebagai bekal diperjalanan nantinya. Terlihat dari kejauhan seorang Petugas
Taman Nasional menuju ke arah kami. Seketika sampainya, ia menyatakan kami agar
segera bersiap karena Pendakian ke Gunung Kinabalu sudah bisa dilakukan dan
dimulai setelah selesainya registrasi dan segala sesuatu administrasi dilakukan
oleh petugas tadi. Tanggal 23 November 2011, saya berkesempatan melakukan
kegiatan Pendakian ini di kawasan Pegunungan Kinabalu, Sabah, Malaysia.
Akhirnya dengan berbagai motivasi yang ada pada setiap orang yang melakukan
kegiatan Pendakian kesini, semangat perjalanan inipun di mulai.
Sampai saat saya mereview kembali cerita ini, berdasar
catatan saku saat itu (tahun dimaksud-red). Kembali teringat semua teman-teman
yang pernah menjadi satu tim pendakian hingga kembali ke Sabah secara
bersama-sama. Saya masih mempunyai email dan beberapa akun aktif sosial media
dari mereka. Ini sebuah keuntungan yang sangat potensial, untuk dapat saling
melakukan komunikasi. Kembali teringat satu kata penyemangat saat melakukan pendakian
pada saat itu. Iya, sangat memotivasi saya sampai hari ini. []
Memorian:
Writed Second Chance on 27th April 2016
TM. Noumi
TM. Noumi
Tentang 7 Kampung
Reviewed by Mac_Noumi
on
07.20.00
Rating:
menarik sekali untuk dibaca
BalasHapuscasing sosis halal
halo semuanya di sini jika Anda mencari pinjaman dengan tingkat bunga rendah dengan pengembalian 2 tingkat per tahun maka penawaran pinjaman pedro akan bagus untuk pinjaman bisnis Anda dan beberapa jenis pinjaman lain yang ingin Anda ajukan selama Anda tahu bahwa Anda dapat melakukannya pengembalian yang baik kembali sesegera mungkin kemudian hubungi mr pedro di pedroloanss@gmail.com
BalasHapus