- Seberapa pantas bagi anda memberikan nilai dan penandaan untuk kebiasaan “ngopi” menikmati kopi pada siapapun?
- Seberapa perlu (jika anda penikmat) mengkonsumsi kopi selama punya waktu dan sewajarnya?
- Bagaimana perilaku anda (jika anda suka menikmati) terhadap siapapun yang tidak suka dan gemar mengkonsumsi kopi?
Itulah yang menjadi beberapa pertanyaan yang mendasar dan
perilaku yang cenderung baik atau sebaliknya menyikapi berbagai reaksi positif
dan sebaliknya tentang kebiasaan “ngopi” menikmati kopi pada kehidupan
sehari-hari. Justru ada beberapa bagian penting dari berbagai kalangan
menyimpulkan hal tersebut (kebiasaan menikmati kopi) menjadi kebutuhan mendasar
bahkan membuatnya sebagai bagian penting dalam kehidupan dan perilaku hidup
mereka masing-masing. Tidak perlu bagi anda untuk menjawabnya disini, kutipan
ini menjadi bahan yang merespon saya “mereview”
perjalanan yang “super” santai dan menarik (menurut saya) ke Gle Bae, di
Kawasan Jantho Kabupaten Aceh Besar pada 27-29 Maret 2016 lalu.
Ada beberapa nukilan menarik yang tidak dapat tertulis
dengan baik dan rapi pada bagian ini. Keterbatasan dan sedikit “space” menjadi
latar belakang menjadi bentuk tulisan singkat. Menjadi daya tarik tersendiri,
iya itulah yang menjadi motivasi melakukan perjalanan kesana. Ditemani beberapa
teman, menjadi simbol tersendiri saat “merayakan” hal tersebut menjadi besar
dan penting menurut kami saat disana. Ada kiasan dan hiperbola dalam mewujudkan
ini pada makna setiap pribadi (saya tidak dapat menebak apa yang terasa pada
perasaan setiap orang). Setidaknya ada dua hal yang menjadi “kebijaksanaan”
dalam memaknai hakikat dari itu, suka
atau tidak suka.
Bagi saya secara personal, kebiasaan “ngopi” itu sudah
melegenda dan menjadi tradisi yang seakan tidak boleh tidak jika tidak
dikonsumsi saban hari. Ada sebagian makna penting yang dapat mengubah perilaku
yang lahir secara spontan dan respektif. Keadaan psikologis yang stabil
kadangkala dapat terbentuk dari sini, rileks dan meredam emosi positif dan
partial. Langkah sederhana untuk menekan gejala psikis bertensi tinggi dan
menekan reaksi yang bertolak belakang dengan kebiasaan yang tidak sesuai dengan
apa yang menjadi alasan penghambat melakukan itu semua dengan “kearifan”
subjektif dan non medikal. Sekali lagi, menurut saya hal ini terbentuk pada
setiap personal tentang efeknya baik atau buruk pada kesehatan dan kebutuhan
kita setiap individu.
------------------------------------------------
Setelah bermalam di “Pondok Aulia” Krueng Jreu,
Indrapuri, Aceh Besar. Berpartisipasi pada “une-nite” bersama. Pagi itu, Minggu
27 Maret 2016. Bersama Rollis, Yoland dan Said Mirza, siang yang cerah itu kami
bergerak menuju kawasan Gle Bae. Sedikit melengkapi berbagai kekurangan
kebutuhan logistik, kami berbelanja beberapa sayuran segar (layak) dan beberapa
nutrisi pendukung lainnya di Pasar Indrapuri. Perjalanan cukup ditempuh dalam
rentang waktu sesaat dan sampai di Alun-alun Kota Kabupaten Aceh Besar ini
(Jantho). Melakukan ibadah Shalat Zuhur di Mesjid Agung Jantho (Mesjid yang
menjadi kebanggaan Warga Jantho-red) dan sejenak beristirahat pada salah satu
tempat dimana kami dapat menikmati perjalanan dan melaksanakan Ibadah Shalat
Asar. Perjalanan dilakukan dengan menempuh trek singkat ke titik awal
pendakian.
Bendungan Jantho lama (sudah tidak berfungsi maksimal
lagi secara operasionalnya) menjadi pemandangan awal. Seakan sedikit berontak
pada setiap pemangku kepentingan, dengan menelantarkan salah satu asset vital
yang mendukung sistem pengairan pada kawasan-kawasan sepanjang area yang
dialirinya. Ada penandaan tentang “situs” ini, terakhir terpampang jelas
prasasti peresmiannya oleh “Pejabat Negara” Menteri Negara Pembangunan
Nasional, dengan Prof. Dr. Saleh Afif (Pejabat saat itu). Sangat disayangkan
tentang fungsinya yang tidak lagi global ini pada mekanisme sistem airannya. Tinggallah
bangunan dan aliran air yang bersih di tapak-tapak bangunan tua ini.
Perjalanan dimulai setelah melengkapi pasokan tentang
ketersediaan air selama pendakian nantinya. Hutan yang sejuk sore itu, seakan
terusik oleh kedatangan kami. Jelang magrib selama perjalanan awal, camp pun
didirikan tepat pada kawasan punggungan datar menuju Gle Bae. Seperti diawal
nukilan tadi, kopi menjadi minuman pembuka pertama yang disiapkan oleh tim. Selanjutnya
dengan memasak menu dan hidangan untuk santap malam. Disini terasa sangat
menyenangkan, karena satu hal yang utama. Menu makanan sehat dan bernilai guna
(nutrisi dan serat serta protein nabati) mnjadi asupan penting untuk tubuh.
Anda dapat membayangkan dengan suasana pagi disini. Kicauan
burung-burung perdu dan eksibis menjadi “nyanyian alam” pembentuk suasana pagi
hari. Kilauan sinar mentari yang menerobos masuk ke kawasan alam dan bentangannya
disini menjadi khasanah dimensi pagi. Alangkah tepat jika hari yang cerah dapat
membuat kita semua memulai pagi yang cerah pula. “Better life good” tentunya
pantas anda terima. Tiadalah keberkahan yang sangat utama saat pagi, melainkan
dengan mensyukuri semua hasil dan nikmat hidup yang telah kita terima dari Sang
Khaliq.
Pada sesi perjalanan berikutnya, kami menemukan
tempat-tempat yang dulunya juga menjadi sumber kehidupan berpola pada setiap
habitat yang ada disini. Beberapa alur (sumber air) terlihat sudah kering. Padahal
semestinya inilah yang membuat kawasan hutan disini menjadi seimbang. Hutan padat,
rumput rendah dan dipenuhi banyak pohon skunder membuatnya menjadi “dapur
oksigen” nilai terperinci pada sumber oksigen alami.
Beberapa tanjakan dan puncak punggungan telah terlalui.
Memori kembali ingat pada kisah silam, saat menapaki Puncak P****P**. Penamaan ini
nyaris menjadi legenda dalam penamaannya. Seorang teman pernah mengucapkan ”di depan kita, Puncak P****P** dan kita
sudah dekat”. Tidak terlalu jauh dari kawasan itu, kami kembali “rest”
istirahat siang. Sesuai dengan tema, kopi kembali menjadi minuman penyeimbang
buat kami. Terlalu jauh untuk menyebutnya primadona, karena ini hanyalah “tradisi”
sebuah kiat santai menurut kami, iya “segera rest, nyalakan kompormu dan
mulailah menyeduh kopi sebagai bahan dan langkah awal untuk rileks”........
Terasa singkat, seolah kami baru melakukan perjalanan “ada
kisah ngopi disini”. Segera harus
kembali ke Banda Aceh. Ada beragam aktivitas dari kami yang sudah menanti untuk
segera diselesaikan. Mengasyikkan. Terhibur. Dan menjadi spirit awal pada
pemaknaan sederhana untuk memulai aktivitas dengan santai dan menikmati
tentunya. Ada sedikit gambaran ketegaran dan kedinamisan yang tersirat dari
perjalanan kali ini. Kopi, kian terbukti menjadi salah satu penyemangat dan
sumber inspirasi, hanya saja suasana dan tempat untuk “ngopi” kali ini yang berbeda. Sampai jumpa pada tempat dan suasana
lainnya. Kapan ini menjadi sebuah “tradisi” hal lumrah dan dilakukan pada
kehidupan ini, sangatlah panjang untuk kita ceritakan. Cukuplah ia menjadi
tatanan kehidupan yang tak mudah terkikis dan lekang oleh waktu serta tergerus
zaman. Semoga! []
Banda Aceh, 5 April 2016
Cerita "Ngopi" di Glee Bae
Reviewed by Mac_Noumi
on
08.50.00
Rating:
Tidak ada komentar: