Most Recent

Hikayat Rindu Damai (dari pohon untuk kehidupan)



..............
Aku bertanya tentang terdahulu pada batang.

Ia dengan bangga menjawab, kita berasal dari akar yang kokoh dan sabar menjaga kita dari semua yang dapat mengancam kelangsungan kita. Pencipta kita sekalian Alam Yang Maha Kuasa telah menganugerahkan segalanya kepada kita bersama agar kita dapat menikmati kehidupan ini.

Adakah yang terpenting lainnya, yang menjadi sesuatu yang luput pada kita? Kembali aku memberanikan diri bertanya padanya.
 
Ada, (batang kembali menjawab). Yaitu, sebuah petaka yang datang dari Mahkluk yang baru-baru ini aku ketahui mereka adalah “Manusia”. Ada apa dengan makhluk itu? Celetuk daun sambil mengamati keadaan sekitar dengan pandangan takut.

Tidaklah semua dari Makhluk itu bersifat jahat padaku, akan tetapi banyak yang aku jumpai mereka itu bersifat tamak, serakah dan sombong serta berbangga hati, jika telah mendapatkan aku serta sahabat-sahabatku lainnya sebagai kebutuhan yang menjadikan mereka lupa akan kita semua. Tidak sedikit kita jumpai, mereka tidak meremajakan kita. Terlebih, jika kita meremajakan diri dengan tunas-tunas yang baru, tidak sedikit yang mereka musnahkan, beruntunglah bagi teman-teman jika sampai umur dewasanya meskipun kami sadar suatu saat kami tidak akan mendapatkan “kematian” yang hakikatnya layak kita peroleh. Adakah engkau masih ingin bertanya, wahai daun?

Yakinku dengan mereka yang berprilaku baik terhadapmu dan sahabat.

Baiklah, jika demikian. Cobalah perhatikan suatu saat jika ada mereka yang datang kerumah kita kembali. Mereka yang datang dengan sopan dan salam, dan membawa cikal-bakal kita semua yang akarnya dibungkus menggunakan sesuatu yang aku tidak tahu apa namanya. Sering sekali mereka mengelus kami dengan ikhlas, memberi kami makanan dan nutrisi yang dapat menghilangkan “puasa” kami akan kasih sayang Makhluk-makhluk yang pernah kami anggap sebagai “Mereka yang Biadab”. Disini, aku yakin. Mereka yang baik ini, selalu bertasbih pada Tuhan Sang Pencipta Semesta ini berserta Kehidupannya. Layaknya semua penghuni yang kebetulan aku tahu, disini namanya “Bumi” tanah semesta. Mereka yang telah mengetahui keberadaan kami dapat membuat kelangsungan hidup bagi semua dan terdapat nilai guna dalam keseimbangan ini, selalu berupaya menjaga kami dari “Kalangan Mereka sendiri yang bertindak semena-mena” terhadap kami.

Sambil sedih, ia telah menjelaskan semua yang ia ketahui tentang “Manusia” dengan tulus dan penuh harapan bagi yang mendengarnya, agar semua mimpi buruk ini berhenti. Penuh harap dan syukur jika “manusia” dibukakan hatinya oleh Sang Khaliq, untuk berbuat baik terhadap dirinya dan lingkuan tempat ia berada. Ia rindu hidup bahagia. Ia ingin hidup berdampingan tanpa ada prasangka dan curiga terhadap ‘‘makhluk-makhluk” yang konon katanya mempunyai akal dan pikiran serta moral. Ia butuh kedamaian dan ingin memberi apresiasi ini semua terhadap prilaku yang baik yang telah menjaganya. Selain ia hidup untuk Tasbih, ia juga bercita-cita mengupayakan keseimbangan hidup yang layak bagi semua.
....................
 Setelah mencoba merasakan kesedihan yang dirasakan sang batang, ia mencoba turun kebawah. Ia ragu. Tapi, tetap memberanikan diri membangunkan akar, yang menurutnya selalu tidur dan seakan tak pernah menghiraukan apa yang terjadi pada keadaan diatas sana. Dalam kebimbangan, tatapan nanar, setelah agak lama menunggu mulailah daun merasakan gerah. Yang ditunggu pun akhirnya membuka suara. Dengan sedikit bergumam, mulailah ada jawaban dengan kharisma dan wibawanya sebagai penopang setia terhadap semua unsur hidup sebatang pohon.

Ada apa engkau menyapaku, bukankah keberadaanmu nyaman diatas sana? Kalaupun benar telah sampai waktu engkau kemari, kenapa aku tak merasakan gugurmu? Tanya akar pada daun yang penuh rasa ingin tahunya.

Maafkan kelancanganku tentang adanya pertanyaan wahai akar yang bijaksana. Aku bimbang dan gusar. Apakah engkau merasakan apa yang dirasakan oleh saudara mu di atas sana oleh tindakan bodoh dari makhluk serakah yang aku dengar disebut “manusia” oleh batang yang setia menerimaku tinggal? Ataukah engkau memang tidak peduli terhadap apapun yang terjadi pada bagian-bagianmu yang menghirup udara di alam lepas di atas sana?

Janganlah engkau merasa bersalah atas hal-hal yang ingin engkau ketahui dariku. Engkau benar akan itu, tetapi secara bersamaan dengan hal itu, aku juga merasakan kepedihan atas itu semua. Sama seperti saudara-saudaraku rasakan. Hanya saja karena aku diciptakan oleh Sang Pencipta dengan tempat dan tugas tertentu, aku kembali pada fitrahnya kehidupan atasku. Saat manusia datang, akulah yang terlebih dahulu merasakan kedatangannya. Pernahkah engkau bertanya pada batang, kalau aku selalu mengisyaratkan kehadiran setiap manusia dengan isyarat mengoyangkan pangkal batang dengan gerakan yang tak bisa dirasakan dan dilihat oleh manusia? Tuhan berikan aku kekuatan akan itu. Aku berharap batang memberi isyarat kepada bagian lainnya. Aku yakin ia melakukan hal itu dengan baik. Hanya saja karena kita semua tidak diberikan kelebihan seperti berpindah layaknya manusia, kita hanya bisa pasrah sembari melafadkan kebesaranNya sebelum ajal merengut kita dan terpisah pada kehidupan ini semestinya. Semoga engkau tidak merasa bersalah jikalau aku menjawab, aku selalu peduli atas itu semua. Semua hal, aku sadari dengan seksama. Terkadang aku sedih dan sedikit kecewa karena tidak mampu melawan para “Makhluk Serakah” itu. Sehingga akhirnya, aku mendapat pelajaran hikmah dari Ciptaan Rabb di dalam tanah, semua mereka menyatakan itu semua sudah diatur oleh Sang Khaliq. Ujian ini adalah pencerminan kita terhadap ibadah dan zikir yang mempengaruhi besar kecilnya daya mengabdi kita pada Tuhan nantinya serta mengisi kehidupan ini dengan bijaksana. Kita tidak ditiupkan ruh untuk merusak kehidupan, justru kehidupan harus bertambah hidup dengan kehadiran kita dimuka bumi ini. Aku kembali bersemangat mulai saat itu, bahkan dalam doaku selalu meminta kepada Allah Subhanahu waa Ta’Ala, agar mengampunkan mereka yang telah salah dalam bertindak dan membukakan pintu hati agar mereka bertaubat suatu ketika dan menyelamatkan iman mereka bagi yang belum pernah melakukannya sama sekali terhadap kita.

Aku terkesima dengan jawaban dari “akar”. Dalam takjubku atas ketegarannya dan menerima apapun yang Tuhan telah berikan pada kehidupan ini, aku belajar agar terus menerus menerima kehidupan ini dengan sebagaimana mestinya telah Tuhan tetapkan. Doaku juga sama dengannya. Tapi aku berharap, ada suatu hal yang dapat membuat manusia menjauh dari kami, sehingga selamatnya kehidupan kami kembali pada harfiahnya kehidupan seperti yang lainnya makhluk hidup didunia ini.

Tak ada lagi pertanyaan baginya, ia sangat bersahaja. Aku jadi ingin mencontoh prilaku akar. Aku berpamitan dan segera kembali pada kehidupan yang sewajarnya.

Sekembali kesana, dalam perjalanan aku dikejutkan dengan kehadiran angin yang tidak seperti biasanya. Aku berada dalam tanda tanya. Angin tak juga memberi ku peluang untuk bertanya ada apa yang sedang terjadi. Sampai saat daya kuatku bertahan menjadi bertambah lemas. Sayup-sayup kudengat seperti ada suara yang menyapa dan menegurku. Rupanya angin mulai membisikkan ku perjalanan kegelisahannya.

Hai daun, aku seperti ini berdasarkan perintah. Agar keseimbangan ini terjadi. Aku diperintahkan Tuhan, untuk membuat semua gerakan dan lambaian berjalan sebagaimana mestinya. Bukankah engkau merasakan adanya titik air yang membasahi permukaanmu dan tanah di bawah sana. Itu adalah rahmat dan berkah titipan Tuhan untuk hidup kita bersama seluruh makhluk dibumi ini. Tidak seperti biasanya, kali ini aku bergerak dengan kencang untuk kepastian meratanya mendung diatas sana. Semua bagian kehidupan sekarang semua sedang memerlukan air untuk keberlangsungan kehidupan mereka semua. Ada beberapa manusia sudah tertimbun longsoran tanah dibawah sana. Mereka mungkin beberapa orang yang ingin mengusik kalian. Tapi Tuhan Maha Adil dengan Ajal dan Hidupnya kita semua. Selamat jalan daun, aku merasakan doamu pada Tuhan agar dijauhkan dari manusia dan itulah rindumu pada keseimbangan kehidupan yang telah ditetapkan Tuhan dalam perjalanan kehidupan kita. Bukankah kehidupan tenang yang kita cari. Ingatlah, saat engkau telah tiada engkau tetap berguna. Engkau akan menjadi penyubur yang generasi berikutnya yang akan berjalan pada roda kehidupan. Manusia pun suatu saat akan mendapat pelajaran penting dari pengabdianmu selama telah tidak berumur. Engkau akan dijadikan penyeimbang kehidupan mereka juga. Semoga perjalanan hidupmu terlahir kembali dalam zikir dan tasbih pada kehidupan nantinya.
...........................
 Saat-saat genting telah berlalu. Anginpun kembali tenang. Aku terjaga. Namun sekarang aku merasakan yang berbeda. Tempat hidupku tidaklah lagi bergantung pada ranting yang ditugaskan batang menjadi penyemat tinggalku. Sekarang aku berada di tanah yang kurindukan dalam doaku. Kulihat tatapan akar dari kejauhan dengan sangat menawan, aku tak takut, aku lebih bersemangat dalam menjalani kehidupan berikutnya ini. Aku percaya Tuhan telah memberiku jalan terbaik penuh hikmah. Walau aku tak tahu lagi, kabar sang batang yang telah pada oleh angin tadi. Akar yang telah bungkam pun menjadi sesuatu hal baru pada dimensi kehidupan sekarang. Aku sekarang kering namun bersandar pada tanah. Tiap saat aku makin merasakan adanya sapaan-sapaan kecil dari “penghuni” bawah tanah yang belum kuketahui bentuknya seperti apa. Melainkan sekilas cerita lama dari sang akar saat aku masih penuh keraguan. Tapi dimana manusia? Apakah mereka merasakan kehidupan sepertiku? Apakah mereka semakin jahat merusak kehidupan yang tak bersalah padaku dan teman-temanku? Apakah mereka sekarang telah menjadi makhluk berakal dan berpikiran sebagaimana diatur Tuhan Yang Maha Kuasa?. (selesai/Mac Noumi)

Banda Aceh, 31 Januari 2016.
Hikayat Rindu Damai (dari pohon untuk kehidupan) Hikayat Rindu Damai (dari pohon untuk kehidupan) Reviewed by Mac_Noumi on 06.39.00 Rating: 5

Tidak ada komentar: